Berbagi pengalaman mengikuti Young Global Changers 2019 di Berlin, Jerman berikut adalah refleksi atas renggangnya kohesivitas masyarakat yang kini banyak terjadi akibat polarisasi kekuatan global dan perubahan cara pandang manusia modern.
Bagaimana keteraturan (order) dipelihara dalam kondisi kontestasi lahan dan berbagai kesempatan yang kian sengit? Renggangnya kohesivitas masyarakat akibat perubahan kebudayaan telah terjadi ratusan tahun lalu dan saat ini kita menghadapinya lagi seiring dengan berubahnya polarisasi kekuatan-kekuatan global. Hal itu mengubah cara pandang kita terhadap alam dan kelangsungan spesies manusia itu sendiri. Debat itulah yang mengantar saya untuk mengikuti Global Solutions Summit (GSS) dan Young Global Changers (YGC) di Berlin pada 16 - 20 Maret 2019 dengan difasilitasi oleh Frederich Ebert Stiftung (FES) Indonesia.
Tema ini tak jauh dari penelitian saya di Kampung Bustaman, Semarang dengan luas yang tidak lebih dari 0,5 hektar dan dihuni sebanyak 130-an jiwa berdasar sensus tahun 2015. Menariknya tiap tahun penduduknya mengalami kenaikan jumlah karena angka kelahiran maupun para pendatang (karena pekerjaan maupun perkawinan) yang ditarik ke dalam dan menetap di kampung. Beberapa warga yang telah pindah pun di masa tua memutuskan untuk kembali. Singkatnya Kampung Bustaman telah menjadi magnet sendiri bagi warga dengan segala kekurangan dan kelebihannya; paralel dengan Eropa yang dalam beberapa tahun terakhir ini menjadi magnet yang kuat bagi para pendatang dari Timur Tengah dan kawasan konflik lainnya.
Trend ini sejalan dengan meningkatnya minat urbanisasi di berbagai belahan dunia karena janji keterjaminan pemenuhan kebutuhan ekonomi dan adanya berbagai kesempatan di kota itu sendiri. Pertambahan populasi dan migrasi ini membuat daya lingkungan terancam dan juga memaksa populasi yang tinggal di dalamnya beradaptasi dan menegosiasikan nilai-nilai baru. Isu ini juga telah lama menjadi perhatian China yang melakukan kontrol populasi secara ketat. Namun, bagaimanakah hal itu bisa diorganisir? Tegangan apa yang muncul dan bagaimana cara-cara meminimalisir konflik?
Berkaca pada kasus Kampung Bustaman, sesungguhnya masyarakat itu selalu terfragmentasi sekaligus mempunyai daya rekat yang bisa melonggar, mengetat dan tak jarang relasi ini menimbulkan konflik. Sebagai kampung yang mayoritas etnis Jawa dan beragama Islam tentu basis nilainya hampir sama. Namun bukan berarti kesamaan ini bersifat stagnan, tak jarang karena konflik kepentingan misalnya perebutan suara perolehan pemilu, kecemburuan sosial akibat kesenjangan ekonomi juga mengemuka dan tentu saja kontestasi lahan yang sempit sementara manusia berkembang biak muncul laten. Tegangan-tegangan itu bisa diminimalisir dan dikelola misalnya karena hubungan kekerabatan. Saya membayangkan jika konsep kekerabatan dalam masyarakat yang kompleks tidak hanya berlangsung melalui perkawinan tetapi kesamaan visi mengenai masa depan manusia tentu akan lebih mudah mencapai tujuan bersama meski itu tidak pernah mudah. Terlebih penting adalah peranan para aktor yang aktif di dalam masyarakat. Hal ini berlaku tidak hanya di Bustaman maupun di tingkat makro sebagai pengingat bahwa kesamaan maupun perbedaan itu bisa jadi berkah sekaligus bencana tergantung bagaimana narasi ini digunakan.
Studi-studi antropologi dalam beberapa tahun belakangan berfokus pada peranan aktor selain manusia (non-human). Misalnya, keberadaan Kampung Bustaman sebagai sentra perdagangan kambing di Semarang yang dagingnya didistribusikan di seluruh kota dan jejaringnya mencakup kabupaten kota di sekitarnya. Kambing dalam hal ini menjadi lem sosial masyarakat untuk memproduksi dan mereproduksi ikatan-ikatan sosial yang bertahun-tahun ada. Demikian juga dalam konteks global, banyak narasi yang bisa digunakan untuk menjadi perekat sosial namun sekali lagi peranan aktor menjadi sangat signifikan. Dalam studi-studi antropocene, sekarang banyak dihitung bagaimana aktor non-human dalam kehidupan manusia, misalnya akibat kebocoran nuklir dan aktivitas pertambangan telah mengubah struktur geologi bumi kita. Pekerjaan rumahnya kemudian adalah bagaimana memaksimalkan narasi ini dan menjadi landasan kebijakan lebih baik ke depan.
Inti dari Global Solutions Summit dan Young Global Changers tahun ini adalah perlunya mengubah persepsi pada dunia. Di hadapan semua inisiatif global yang ada kadang saya merasa kecil. Apa yang bisa kita sumbangkan untuk dunia di tengah kontestasi kekuatan-kekuatan global? Menghadapi polarisasi kekuatan global yang memaksa kita berkompetisi dan saling mendominasi tentu kita perlu sebuah narasi baru. Perubahan iklim pada satu kasus membuka mata kita bahwa ini adalah persoalan kita bersama. Sudut pandang antropomorfisme yang memusatkan manusia sebagai pewaris sah dunia telah dikritik sejak lama berbarengan dengan kritik terhadap modernisme yang menempatkan rasionalitas manusia di atas segalanya. Dengan seluruh karut marut ini di manakah posisi kita sebagai individu?
Memang benar perubahan tidak bisa dilakukan sendiri tetapi saya percaya kekuatan individu bisa menjadi pemantiknya. Greta Thunberg atau pedagang sayur Tunisia membuat agensi perorangan bisa memicu perubahan yang lain. Selain itu memang benar bahwa peranan komunitas menjadi penting; tetapi komunitas yang seperti apa? Nilai yang berusaha ditanamkan melalui Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) adalah salah satu yang perlu ada dalam komunitas dan dapat disesuaikan dalam konteks lokal. Namun saya rasa spirit kelestarian hidup bersama bisa menjadi nilai utama untuk mereduksi berbagai tantangan global yang hari ini kita hadapi; yang dampaknya dirasakan di ranah paling privat sekalipun.
Perjalanan singkat di Berlin dan bertemu hampir 90 perwakilan dari berbagai negara ini menyadarkan saya bahwa apa yang terjadi di kampung mempunyai resonansinya di kancah global. Berbagai disrupsi, menguatnya politik identitas, perubahan polariasi global, dan berbagai isu lain hari ini muncul dalam waktu yang hampir bersamaan. Pada kasus Kampung Bustaman, menguatnya politik identitas juga dipicu merasa terancamnya mereka oleh pembangunan yang massif dan menempatkan warga sebagai objek semata. Perasaan terpinggir ini kadang menimbulkan sentimen perlawanan dan solidaritas dengan mengadopsi simbol-simbol yang paling primordial. Persoalan demi persoalan ini tentu tak jarang membuat kita frustasi sebagai individu. Namun demi melihat wajah-wajah muda dari berbagai dunia yang dengan antusias membicarakan hal ini membuat saya semakin bersemangat bahwa ada yang masih bisa kita lakukan meski kecil dan semoga bisa memberi inspirasi atau bergulir menjadi bola salju.
*Penulis sehari-hari mengajar Antropologi di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro dan CoInitiator Kolektif Hysteria Semarang. Tulisan ini telah melalui proses adaptasi dan pandangan yang disampaikan tidak mencerminkan pendapat FES.
Jl. Kemang Selatan II No. 2A Jakarta Selatan 12730 Indonesia
+62 21 7193711+62 21 71791358
info.indonesia(at)fes.deindonesia.fes.de
This site uses third-party website tracking technologies to provide and continually improve our services, and to display advertisements according to users' interests. I agree and may revoke or change my consent at any time with effect for the future.
These technologies are required to activate the core functionality of the website.
This is an self hosted web analytics platform.
Data Purposes
This list represents the purposes of the data collection and processing.
Technologies Used
Data Collected
This list represents all (personal) data that is collected by or through the use of this service.
Legal Basis
In the following the required legal basis for the processing of data is listed.
Retention Period
The retention period is the time span the collected data is saved for the processing purposes. The data needs to be deleted as soon as it is no longer needed for the stated processing purposes.
The data will be deleted as soon as they are no longer needed for the processing purposes.
These technologies enable us to analyse the use of the website in order to measure and improve performance.
This is a video player service.
Processing Company
Google Ireland Limited
Google Building Gordon House, 4 Barrow St, Dublin, D04 E5W5, Ireland
Location of Processing
European Union
Data Recipients
Data Protection Officer of Processing Company
Below you can find the email address of the data protection officer of the processing company.
https://support.google.com/policies/contact/general_privacy_form
Transfer to Third Countries
This service may forward the collected data to a different country. Please note that this service might transfer the data to a country without the required data protection standards. If the data is transferred to the USA, there is a risk that your data can be processed by US authorities, for control and surveillance measures, possibly without legal remedies. Below you can find a list of countries to which the data is being transferred. For more information regarding safeguards please refer to the website provider’s privacy policy or contact the website provider directly.
Worldwide
Click here to read the privacy policy of the data processor
https://policies.google.com/privacy?hl=en
Click here to opt out from this processor across all domains
https://safety.google/privacy/privacy-controls/
Click here to read the cookie policy of the data processor
https://policies.google.com/technologies/cookies?hl=en
Storage Information
Below you can see the longest potential duration for storage on a device, as set when using the cookie method of storage and if there are any other methods used.
This service uses different means of storing information on a user’s device as listed below.
This cookie stores your preferences and other information, in particular preferred language, how many search results you wish to be shown on your page, and whether or not you wish to have Google’s SafeSearch filter turned on.
This cookie measures your bandwidth to determine whether you get the new player interface or the old.
This cookie increments the views counter on the YouTube video.
This is set on pages with embedded YouTube video.
This is a service for displaying video content.
Vimeo LLC
555 West 18th Street, New York, New York 10011, United States of America
United States of America
Privacy(at)vimeo.com
https://vimeo.com/privacy
https://vimeo.com/cookie_policy
This cookie is used in conjunction with a video player. If the visitor is interrupted while viewing video content, the cookie remembers where to start the video when the visitor reloads the video.
An indicator of if the visitor has ever logged in.
Registers a unique ID that is used by Vimeo.
Saves the user's preferences when playing embedded videos from Vimeo.
Set after a user's first upload.
This is an integrated map service.
Gordon House, 4 Barrow St, Dublin 4, Ireland
https://support.google.com/policies/troubleshooter/7575787?hl=en
United States of America,Singapore,Taiwan,Chile
http://www.google.com/intl/de/policies/privacy/