Partisipasi Anak Muda Menuju ASEAN yang Inklusif
Menjelang berakhirnya masa keketuaan Indonesia di Association of South East Asian Nation (ASEAN) 2023, Friedrich Ebert Stiftung menjadi tuan rumah seminar nasional bersama dengan Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) di Jakarta, 22 November 2023.
Berjudul "Beyond ASEAN 2023: Fostering Meaningful Youth Participation", seminar ini dibuka dengan sambutan dari Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Salah satu kunci penting untuk mewujudkan ASEAN sebagai pusat pertumbuhan dunia adalah dengan mendorong partisipasi pemuda ASEAN semaksimal mungkin dalam berbagai tahapan pembangunan nasional. "Kualitas pemuda akan sangat menentukan kualitas pembangunan ekonomi, sosial, lingkungan, dan budaya di ASEAN. Kita memiliki tanggung jawab bersama untuk mengembangkan potensi pemuda ASEAN."
Saat ini, terdapat sekitar 1,2 miliar anak muda berusia 15-24 tahun di dunia, atau setara dengan 16 persen dari populasi global. Di kawasan ASEAN, terdapat 224,2 juta anak muda berusia 15-35 tahun, yang merupakan sepertiga dari populasi Asia Tenggara. Sementara di Indonesia sendiri, 24 persen dari populasi adalah kaum muda. Proporsi pemuda yang besar ini merupakan bonus demografi yang dapat dioptimalkan untuk mencapai berbagai tujuan pembangunan. Menteri Muhadjir Effendy mengajak para pemuda ASEAN untuk berperan aktif dalam pembangunan Asia Tenggara sebagai kawasan yang stabil dan damai, serta menjadi pusat pertumbuhan di kancah global.
Acara dilanjutkan dengan diskusi panel yang dihadiri oleh empat pembicara. Irene Bougenville, salah satu anggota delegasi ASEAN Youth Summit dan I Made Wikandana, seorang aktivis disabilitas menyatakan bahwa ASEAN telah membuka berbagai kesempatan bagi kaum muda untuk berpartisipasi. Khusus untuk isu disabilitas, yang dibutuhkan saat ini adalah pengarusutamaan akses dan kesempatan yang sama sesuai dengan ASEAN Enabling Masterplan 2025 tentang Pengarusutamaan Hak-Hak Penyandang Disabilitas.
ASEAN harus memenuhi slogannya: satu visi, satu komunitas, satu identitas. Dalam hal identitas, banyak hal dalam konteks Komunitas Sosial Budaya ASEAN yang bertujuan untuk memperkuat rasa kebersamaan dan identitas ini. Menurut Rizal Sukma, Duta Besar Indonesia untuk Inggris dan Irlandia periode 2016-2020, pilar ketiga setelah ekonomi dan politik-keamanan ini sering kali tidak diprioritaskan. Seperti halnya di Eropa, menurut Karsten Lucke, Anggota Parlemen Eropa, di masa lalu di Eropa juga berangkat dari sisi ekonomi. Tapi seiring dengan proses integrasi di Eropa, identitas dan sosio-kultural juga makin diperkuat sebagai satu komunitas.
Berdasarkan ASEAN Youth Index Survey, perhatian utama kaum muda di setiap negara anggota ASEAN berbeda-beda. Hanya 50% yang mengidentifikasi diri dengan ASEAN. Apakah ASEAN dianggap bermanfaat? Apakah ASEAN relevan? Kalau anak muda cenderung lebih dekat dengan isu riil seperti ketersediaan lapangan pekerjaan, pengentasan kemiskinan, pengarusutamaan gender. Di masa sekarang ini akses informasi atau platform di mana anak muda bisa bersuara, bisa ikut terlibat dalam pengambilan keputusan. Berpikir global, bertindak lokal. Anak muda harus melampaui batas. Melampaui batasan konvensional tentang kedaulatan, non-intervensi, sambil juga menagih apa yang telah dijanjikan oleh pemerintah. ASEAN harus berpusat pada rakyat. Leave no one behind – tidak meninggalkan siapapun.
Friedrich-Ebert-Stiftung
Indonesia Office
Jl. Kemang Selatan II No. 2A
Jakarta Selatan 12730
Indonesia